Selasa, 24 Juni 2014

Pendidikan Kewarganegaraan

TENGGANG RASA 

     Lonceng panjang berbunyi,tanda pelajaran telah usai. Setelah berdoa dan memberikan salam kepada guru, murid-murid kelas lima pulang  dengan tertib. Hari itu mereka pulang dengan lebih cepat dari pada biasanya, karena hari itu adalah hari jumat.
      Faisal, alex, made,theresia kebetulan pulang satu arah. Siang itu alex mengajak teman-temannya untuk singgah dirumahnya. “ Bagaimana jika kalian mampir dahulu kerumahku, “ajak alex.
“wah, aku tidak bisa!” kata faisal. “ inikan hari jum’at. Kita pulang lebih cepat karena kami, umat islam, mau pergi ke masjid. Umat islam harus sembahyang bersama-sama di masjid.”
Mendengarkan alas an faisal, teman-temannya tidak merasa kecewa. Mereka tahu bahwa faisal adalah anak yang patuh dan rajin menjalankan agama yang dianutnya.
“ lalu kapan kita dapat berkumpul untuk mengerjakan tugas kelompok?” Tanya alex. “ Bagaimana kalau nanti sore?” usul theresia. “wah,nanti sore aku tidak bisa. Aku harus mengikuti pengajian. Jadwal mengajiku bertambah untuk persiapan memperingati mauled nabi,” lanjut faisal. “lalu, kapan?”made ikut bertanya. “Bagaimana kalau hari minggu saja,”usul faisal. “boleh saja, asal jangan pagi hari. Karena pagi hari aku harus pergi ke gereja,” jawab theresia.
Akhirnya, mereka sepakat untuk mengerjakan tugas hari minggu sore. Minggu sore merupakan waktu luang bagi mereka sehingga mereka dapat mengerjakan tugas dengan leluasa.


     Perbedaan agama diantara mereka bukan menjadi halangan untuk bergaul dan bersahabat. Masing-masing mengakui dan menghargai orang yang menganut agama yang berbeda dari agamanya sendiri. Kesadaraan untuk mengakui dan menghargai agama lain dinamakan tenggang rasa. Tenggang rasa juga bisa diartikan sebagai sikap menghargai dan menghormati sesame pemeluk agama yang sama. Tenggang rasa sangat penting untuk menciptakan kerukunan dan kedamaian. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang sangat menjungjung tinggi tenggang rasa dalam kehidupan bermasyarakat. Di Indonesia terdapat agama islam, Kristen katholik, Kristen protestan, hindu dan budha. Di Indonesia sesama pemeluk agama tersebut hidup berdampingan dengan rukun dan damai.
Hal itu misalnya, tergambar dari sikap dan tindakan made. Ia menganut agama hindu. Namun, ia tetap berteman baik dengan faisal, theresia dan alex. Demikian juga, made tetap menjaga persahabatan yang kokoh dengan teman-teman lainnya. Ketika belajar kelompok, made bersedia menunggu faisal yang sedang sembahyang azhar. Made sangat menghargai semua teman-temannya yang sedang menjalankan ibadahnya. Demikian juga, faisal senantiasa menghormati made saat menjalankan ibadahnya. Mereka hidup rukun dalam ikatan persahabatan yang dicontohkan oleh orang tua mereka. Orang tua merekapun hidup dalam kebersamaan, kerjasama, dan saling bahu-membahu dalam memelihara ketertiban dan kesejahteraan lingkungannya. Rumah orang tua mereka terletak berdekatan. Tidak heran jika made, faisal, theresia dan alex berteman dengan sangat akrab.
     Kita bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika sesame pemeluk agama di Indonesia tidak memiliki tenggang rasa yang tinggi. Pemeluk suatu agama akan memaksakan agamanya kepada orang lain. Orang tidak akan merasa tenang dalam melaksanakan agamanya karena mereka akan diganggu oleh pemeluk agama lain. Rumah-rumah ibadah tidak dihormati. Ini membuat hidup kita tidak tenang. Ini juga bertentangan dengan prinsip yang selalu kita pegang bahwa kita harus senatiasa menghormati sesame manusia. Bahkan situasi seperti itu sama sekali bertentangan dengan kebenaran yang diajarkan oleh setiap agama.
    
Tempat ibadah bagi umat islam (masjid)

 Tempat ibadah bagi umat kristen (gereja)

Tempat ibadah umat budha

Tempat ibadah umat hindu

     Tetapi, hal itu hendaknya tidak terjadi di Indonesia. Bangsa Indonesia menghargai kebeasan setiap pemeluk agama yang diyakininya. Di Indonesia penganut agama yang berbeda-beda hidup bahu-membahu untuk sama-sama membangun dalam upaya mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Hal ini hanya mungkin akan terjadi karena kita bangsa Indonesia memiliki falsafah pancasila dan undang-undang dasar 1945.
      Menurut undang-undang dasar 1945, pasal 29 ayat (1) dan (2), Negara didasarkan pada ketuhanan yang maha esa serta menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya. Itulah kesepakatan kita bersama. Dan itulah dasar utama kita untuk tetap menghargai kebebasan beragama dan menjauhkan rasa takut dalam menjalankan ibadah sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar