TENGGANG RASA
Lonceng panjang berbunyi,tanda
pelajaran telah usai. Setelah berdoa dan memberikan salam kepada guru,
murid-murid kelas lima pulang dengan
tertib. Hari itu mereka pulang dengan lebih cepat dari pada biasanya, karena
hari itu adalah hari jumat.
Faisal, alex, made,theresia
kebetulan pulang satu arah. Siang itu alex mengajak teman-temannya untuk
singgah dirumahnya. “ Bagaimana jika kalian mampir dahulu kerumahku, “ajak
alex.
“wah, aku tidak bisa!” kata
faisal. “ inikan hari jum’at. Kita pulang lebih cepat karena kami, umat islam,
mau pergi ke masjid. Umat islam harus sembahyang bersama-sama di masjid.”
Mendengarkan alas an faisal,
teman-temannya tidak merasa kecewa. Mereka tahu bahwa faisal adalah anak yang
patuh dan rajin menjalankan agama yang dianutnya.
“ lalu kapan kita dapat berkumpul
untuk mengerjakan tugas kelompok?” Tanya alex. “ Bagaimana kalau nanti sore?”
usul theresia. “wah,nanti sore aku tidak bisa. Aku harus mengikuti pengajian.
Jadwal mengajiku bertambah untuk persiapan memperingati mauled nabi,” lanjut
faisal. “lalu, kapan?”made ikut bertanya. “Bagaimana kalau hari minggu
saja,”usul faisal. “boleh saja, asal jangan pagi hari. Karena pagi hari aku
harus pergi ke gereja,” jawab theresia.
Akhirnya, mereka sepakat untuk
mengerjakan tugas hari minggu sore. Minggu sore merupakan waktu luang bagi
mereka sehingga mereka dapat mengerjakan tugas dengan leluasa.
Perbedaan agama diantara mereka
bukan menjadi halangan untuk bergaul dan bersahabat. Masing-masing mengakui dan
menghargai orang yang menganut agama yang berbeda dari agamanya sendiri.
Kesadaraan untuk mengakui dan menghargai agama lain dinamakan tenggang rasa.
Tenggang rasa juga bisa diartikan sebagai sikap menghargai dan menghormati
sesame pemeluk agama yang sama. Tenggang rasa sangat penting untuk menciptakan
kerukunan dan kedamaian. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang sangat
menjungjung tinggi tenggang rasa dalam kehidupan bermasyarakat. Di Indonesia
terdapat agama islam, Kristen katholik, Kristen protestan, hindu dan budha. Di
Indonesia sesama pemeluk agama tersebut hidup berdampingan dengan rukun dan
damai.
Hal itu misalnya, tergambar dari
sikap dan tindakan made. Ia menganut agama hindu. Namun, ia tetap berteman baik
dengan faisal, theresia dan alex. Demikian juga, made tetap menjaga
persahabatan yang kokoh dengan teman-teman lainnya. Ketika belajar kelompok,
made bersedia menunggu faisal yang sedang sembahyang azhar. Made sangat
menghargai semua teman-temannya yang sedang menjalankan ibadahnya. Demikian
juga, faisal senantiasa menghormati made saat menjalankan ibadahnya. Mereka
hidup rukun dalam ikatan persahabatan yang dicontohkan oleh orang tua mereka.
Orang tua merekapun hidup dalam kebersamaan, kerjasama, dan saling bahu-membahu
dalam memelihara ketertiban dan kesejahteraan lingkungannya. Rumah orang tua
mereka terletak berdekatan. Tidak heran jika made, faisal, theresia dan alex
berteman dengan sangat akrab.
Kita bisa membayangkan apa yang
akan terjadi jika sesame pemeluk agama di Indonesia tidak memiliki tenggang
rasa yang tinggi. Pemeluk suatu agama akan memaksakan agamanya kepada orang
lain. Orang tidak akan merasa tenang dalam melaksanakan agamanya karena mereka
akan diganggu oleh pemeluk agama lain. Rumah-rumah ibadah tidak dihormati. Ini
membuat hidup kita tidak tenang. Ini juga bertentangan dengan prinsip yang
selalu kita pegang bahwa kita harus senatiasa menghormati sesame manusia.
Bahkan situasi seperti itu sama sekali bertentangan dengan kebenaran yang
diajarkan oleh setiap agama.
Tempat ibadah bagi umat islam (masjid)
Tempat ibadah bagi umat kristen (gereja)
Tempat ibadah umat budha
Tempat ibadah umat hindu
Tetapi, hal itu hendaknya tidak
terjadi di Indonesia. Bangsa Indonesia menghargai kebeasan setiap pemeluk agama
yang diyakininya. Di Indonesia penganut agama yang berbeda-beda hidup
bahu-membahu untuk sama-sama membangun dalam upaya mencapai kemakmuran dan
kesejahteraan bangsa. Hal ini hanya mungkin akan terjadi karena kita bangsa
Indonesia memiliki falsafah pancasila dan undang-undang dasar 1945.
Menurut undang-undang dasar 1945,
pasal 29 ayat (1) dan (2), Negara didasarkan pada ketuhanan yang maha esa serta
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
beribadah menurut agama dan kepercayaannya. Itulah kesepakatan kita bersama.
Dan itulah dasar utama kita untuk tetap menghargai kebebasan beragama dan
menjauhkan rasa takut dalam menjalankan ibadah sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar